Senin, 12 Januari 2009

Refleksi Sumpah pemuda

Kolom Opini :

Refleksi Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2008
Revitalisasi Semangat Sumpah Pemuda
Oleh : Susanto *)


We love Indonesia …… We do …………..
We love Indonesia …… We do …………..
We love Indonesia …… We do …………..
Indonesia …… We love you!

(Tim All-star DBL Indonesia 2008 in Australia)


Mencermati generasi muda kita kini cukup beragam. Ada yang memberikan pencitraan positif dan ada yang negatif. Fenomena itu jelas bila kita mencermati media. Misalnya, Gunawan, 18 tahun ditangkap polisi karena ketahuan membawa carnopen dan miras. (Radar Bojonegoro, 21 Oktober 2008). Begitu juga bagaimana seorang Ernawati atlit wushu dari Lamongan dinyatakan lolos seleksi Timnas (Radar Bojonegoro, 21 Oktober 2008). Lain halnya yang dilakukan oleh Is Yuniarto: Dosen bikin Komik, Cari ide sampai tangan pemasaran (Radar, 21Oktober 2008).
Bertolak dari ilustrasi di atas yang notabene kondisi riil generasi muda kita memiliki karakteristik. Dengan kata lain, ada yang berperilaku ekstrim (mencuri, mabuk dll). Disisi lain, ada yang asyik dengan prestasi dan profesionalisme yang mereka geluti.
Dalam konteks yang demikian (baca : ilustrasi diatas) agaknya perlu untuk kita renungkan bersama. Mengapa bisa demikian? Kenapa generasi muda kita cenderung bersifat hedonistik? Masih relevankah semangat sumpah pemuda untuk kita gerakkan kembali ditengah dekadensi moralitas bangsa kita yang cenderung menurun? Lantas siapa yang bertanggung jawab? Apa yang harus dimainkan oleh generasi kita seiring moment kebangkitan nasional tahun ini? Perlukah adanya revitalisasi semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928? Lantas apa yang harus kita perbuat, Bagaimana seharusnya generasi muda kita, perlukah wawasan multikultural untuk membendung citra negatif bagi generasi kita?

Perlunya Wawasan Multikultural
Bangsa ini besar bukan hanya saja karena pluralnya budaya. Keberagaman itu terlihat juga dari berbagai suku, bahasa dan juga watak dan kepribadian individu-individunya. Dalam konteks demikian, tentunya sebagai sebuah komunitas besar dalam sebuah peradapan bangsa Indonesia perlu ada sebuah pemahaman yang jernih tentang pluralitas. Dengan kata lain, pemerintah dalam hal ini perlunya sikap untuk memberikan ruang bagi tersosialisasi wawasan multikultural ditengah pluralitas. Karena pada hakikatnya multikultural merupakan suatu kesadaran, semangat dan sikap hidup ditengah realitas pluralitas masyarakat.
Multikultural adalah keterbukaan hati dan pikiran untuk menyapa dan menerima orang lain apa adanya tanpa memandang apapun latar belakang sosiokulturalnya. Bagaimana hidup berdampingan secara rukun dan damai dengan orang lain tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada di antara kita. Fenomena yang muncul kepermukaan baik yang kita saksikan secara langsung atau yang terekspos melalui media massa, misalnya budaya kekerasan baik itu di Aceh, Ambon, Papua, dan juga Poso adalah contoh konkret.
Berbagai tindak kekerasan yang diakibatkan oleh sikap primordial dan sempitnya wawasan multikultural akan berakibat degradasi semangat kebersamaan dan jiwa nasionalisme. Dengan kata lain, tanpa mentalitas multikultural, kehidupan masyarakat akan diwarnai kekisruhan karena menjalarnya sikap prasangka dan intoleransi terhadap orang-orang atau kelompok-kelompok lain yang berbeda dari diri kita. Dalam kondisi seperti ini, yang ada hanya permusuhan dan kecenderungan untuk selalu melihat orang atau kelompok lain sebagai suatu ancaman.
Sikap multikultural adalah suatu mentalitas yang berproses. Sehingga sangat relevan untuk kita renungkan dan kita implementasikan. Lantas apa yang harus kita perbuat? Pertama, perlunya keterbukaan hati dan pikiran terhadap orang atau kelompok lain yang berbeda dari kita tidak terjadi dalam seketika, tetapi melalui proses menanamkan kesaaran. Artinya, dalam kondisi yang serba tak menentu ditengah krisis moral, budaya, dan politik saat ini perlunya pemahaman yang luas terhadap keberadaan orang lain sebagai sebuah partner dalam proses terbentuknya harmonisasi yang saling menghargai untuk sebuah identitas nasional yang satu. Dalam konteks inilah, bagaimana para tokoh yang terlibat dalam moment sumpah pemuda 28 Oktober 1928 atau 80 tahun yang lalu.
Kedua, apa yang diperlukan di Indonesia saat ini sesungguhnya adalah upaya besar untuk membentuk kesadaran dan mendidik generasi muda bangsa kita tentang hidup dalam perbedaan dengan sikap saling menghargai. Ini merupakan fondasi dari suatu tata tertib sosial ekonomi dan politik yang hormat terhadap martabat, kebebasan dan hak-hak fundamental dari setiap orang.
Ketiga, cara satu-satunya yang paling fleksibel adalah lewat pendidikan berwawasan multikultural di tengah pluralitas di sekolah. Sekarang yang menjadi masalah bagaimana implementasinya? Yang jelas penulis punya pemikiran guru saat di sekolah misalnya guru bahasa Indonesia saat mengajar mengharuskan membuat puisi atau naskah drama yang menggambarkan sikap antikekerasan pada sesama dan juga disesuaikan dengan kondisi sosial geografis serta isu-isu yang berkembang di masyarakat saat itu. Dengan demikian pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan. Perlu ditumbuhkan kesadaran dari dalam untuk melawan logika konflik serta menghentikan dinamika kekerasan. Pendidikan merupakan suatu sarana untuk memberdayakan anak-anak dan orang dewasa untuk menjadi peserta yang aktif dalam memungkinkan individu-individu (peserta didik) untuk belajar hidup bersama dalam satu dunia yang dicirikan oleh pluralisme dan keberagaman.

Spirit Kebangkitan: Spirit Laskar Pelangi
Karena pemuda atau generasi muda yang akan membawa kemajuan dan peradaban bangsa. Maka saat generasi kita untuk melakukan sikap dan mengubah orientasi hidupnya. Sehingga karakteristik generasi bangsa abad-21 tercermin dalam beberapa hal. Pertama, generasi baru itu harus menjadi pembaharauan dari generasi sebelumnya, generasi bangsa yang mempunyai intelegensi tinggi, berwawasan luas serta berani mengambil resiko namun bukan sekedar mengandalkan insting saja melainkan melalui pengamatan serta metode observasi dari permasalahan yang sedang dihadapi. Generasi baru itu harus memiliki inovasi yang terbuka terhadap prespektif yang luas dan kemungkinan-kemungkinan yang esensial dalam menentukan gaya hidupnya.
Kedua, generasi baru itu harus dapat perancang (instruktur) yang berkeupayaan tampil seperti asisten orang lain untuk menambah wawasan serta belajar dari pengalaman yang telah dialami oleh orang yang diikutinya, menciptakan banyak inovasi-inovasi baru yang mampu membantu pekerjaan orang lain, generasi baru itu harus bisa menjadi instruktur pelatih dan pengawas terhadap proyek yang sedang dikembangkan.
Ketiga, generasi baru itu harus sebagai penemu serta mampu mengembangkan inovasi-inovasi yang telah ada, atau bisa juga diartikan sebagai pemikir sistem-sistem yang berkeupayaan menggabungkan antara kajian, mitos dan data-data yang telah ada sebelumnya.
Keempat, generasi baru tersebut harus memiliki visi dan misi yang mampu memajukan bangsanya di mata dunia melalui inovasi-inovasi baru yang ditemukannya. Serta mampu membantu melaksanakan visi bangsa dan negaranya serta mampu memberi inspirasi bagi setiap lapisan masyarakat. Karena masyarakat adalah sebagai pelaku pembangunan agar bangsa Indonesia menjadi maju dan berkembang di mata dunia.
Kelima, generasi baru itu sudah saatnya menjadi agen perubahan yang berkemampuan mengembangkan pemahaman dan memiliki kompeten tinggi dalam menciptakan dan mengolah perubahan bagi kehidupan bangsa agar dapat memajukan kesejahteraan bangsa.
Keenam, generasi baru itu adalah polychromic coordinator yang berkeupayaan untuk dapat mengkoordinasikan banyak hal dalam waktu yang sama yang harus dapat bekerja bersama dengan orang lain.
Ketujuh, generasi baru itu berkemampuan dan berkeupayaan untuk meningkatkan pelayanan kepada orang lain. Servant and steward yang selalu melakukan pendekatan holistik untuk bekerja, memiliki kepekaan terhadap lingkungan dan berkemampuan membuat keputusan bersama.
Itulah ke tujuh orientasi agar generasi bangsa yang harus dipenuhi agar bangsa Indonesia memiliki generasi unggul sehingga menjadi maju dan berkembang di mata dunia. Dengan kata lain, agar generasi bangsa Indonesia menjadi maju dan berkembang serta untuk harus mampu melahirkan inovasi-inovasi baru guna mensejahterakan hajat hidup orang banyak, memiliki kemampuan memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara maksimal, dan mampu menggunakan tehnologi yang sudah ada serta memiliki akhlakul karimah yang tinggi. Sehingga revitalisasi semangat sumpah pemuda dapat menjadi fondasi dan spirit bagi generasi kita untuk memajukan bangsa ini yang lebih bermartabat dan beradab. Siapkan wahai para generasi muda? Bagaimana dengan Anda kini?(***)


*) Penulis adalah Dosen IKIP PGRI Bojonegoro. Email: zuzanto@telkom.net. Staf pengajar di SMA Negeri 3 Bojonegoro. Kini tinggal di Jl. Kyai Mojo Gang Buyut Pani V Bojongoro. Telp. 0353-7705106. No. Rek. BNI Cab. Bojonegoro. 0072730090.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar