Selasa, 06 Januari 2009

cerpen filla fippeni

Cerpen


AYAH
Oleh : Ismi Nafila S.
XI IPA 2 / 03

Kacau semua rencanaku, aku kini hanya sebatang kara, keinginan dan impianku hilang bersama angin sore itu. Orang yang selama ini aku percaya ternyata jadi penghianat dalam diriku. Peristiwa itu berawal 4 tahun yang lalu. Ketika aku duduk di bangku SMP. Pada hari itu aku melakukan aktivitasku seperti biasanya, tetapi pada saat itu aku ada jadwal bimbingan di sekolah sampai sore. Ketika bel pulang sekolah berbunyi aku. Aku dan teman-temanku mengeluarkan bekal yang dibawa dari rumah masing-masing. Kami makan bersama saat kita asyik ngobrol dan makan, tiba-tiba ada guru yang memanggilku. Kemudian aku berjalan menghampirinya. Ketika aku berada di depan guruku aku berkata ”Ada apa bu” pada saat itu guruku hanya menatap wajahku dan terdiam. Kemudian aku mencoba bertanya kembali ”ada apa ibu memanggil saya”, kemudian dia menjawab ”Ada om kamu yang ingin bertemu”. Dan pada saat itu aku menemuinya sambil membawa tas. Kemudian aku dan guruku berjalan menuju saat kami berjalan guruku berkata ”Sabar ya” aku bingung apa maksudnya guruku berkata itu.
Ketika sampai dikantor semua guruku berkumpul dan memelukku satu persatu. Disini aku semakin bingung apa maksudnya, didalam hatiku, aku bertanya-tanya ada apa ini. Kemudian omku berkata ”Ayo pulang auah sakit” pada saat itu aku kaget dan hanya bisa diam. Kemudian aku keluar dari ruang guru bersama omku. Dan aku berlari menuju mobil. Didalam mobil Hpku berbunyi ibu menelponku, dia bilang ”Fila cepat pulang ayah sakit” disitu ibu berkata sambil menangis, aku semakin bingung, aku hanya bisa berkata ”ya”. Kemudian aku bertanya kepada omku. ”Sebenarnya ada apa ? dia hanya bilang ”ayahmu sakit” disitu aku masih terus bertanya tetapi omku hanya bilang ayahmu sekarang sakit dan hanya kalimat itulah yang keluar dari mulutnya, kemudian aku terdiam, dan aku hanya bertanya dalam hatiku apa yang sebenarnya terjadi. Ketika aku sampai di depan rumah banyak orang-orang yang berada di rumahku. Disitu aku bingung dan aku bertanya kepada omku dengan suara yang keras ”Sebenarnya apa yang terjadi.” omku” berkata ” ayahmu sudah meninggal” pada saat itu aku tidak percaya.
Kemudian aku keluar dari mobil dan berlari menuju rumah, tetapi ketika aku mau masuk rumah aku dipegangi oleh orang-orang dan mereka berkata kepadaku ”Sabar-sabar dan sabar ”. Dan ketika aku masuk rumah aku melihat ayahku sedang berbaring diatas tempat tidur. Disitu aku hanya bisa diam dan meneteskan air mata. Aku tidak percaya dan aku yakin ayahku masih hidup dia hanya tidur sebentar. Kemudian aku berganti baju dan mengambil air wudlu. Dan aku duduk disamping ayahku. Kemudian aku membaca doa-doa. Pada saat itu pun aku tetap tidak percaya kalau ayahku sudah meninggal. Dan saat itu aku hanya diperbolehkan mencium ayahku satu kali saja. Kemudian ayahku dimandikan. Dan aku meminta omku kalau aku ingin ikut memandikan ayah. Pada saat dimandikan ayahku hanya bisa terdiam dan memejamkan kedua matanya. Setelah itu ayahku dikafani dengan kain putih. Beberapa saat kemudian kakek nenekku yang dari Madura datang. Kemudian ayahku disolati. Disitulah aku baru percaya kalau ayahku sudah tiada. Ayahku dibernagkatkan ke peristirahatannya yang terakhir. Air mataku seakan-akan tak dapat berhenti. Cobaan itu sangat berat dalam hidupku. Karena aku harus kehilangan orang yang selama ini telah merawat aku dan orang tersebut adalah orang yang paling cintai.
Dan pada waktu itu aku berfikir ayah adalah penghianat besar dalam hidupku. Karena ayah pergi meninggalkan aku, ibu, dan adik-adikku untuk selama-lamanya.
Tapi aku yakin bahwa ayah sudah bahagia disana, meskipun jasatnya sudah tiada tetapi aku yakin ayah selalu melihat aku dan menjaga aku. Bagiku ayah selalu hidup didalam hatiku. Dan aku percaya dibalik cobaan ini pasti akan ada kebahagiaan. Dan aku selalu ikhlas dalam menjalaninya.
Setelah kepergian ayah hidupku terasa hampa yang dulunya selalu mendapatkan kasih sayang seorang ayah. Kini kasih sayang itu harus hilang tertimbun tanah. Dan seolah-olah tiada lagi semangat hidup dalam diriku. Aku bertanya kepada Tuhan ”Kenapa engkau memberikan aku cobaan sebesar ini” kepergian ayah membuat diriku berubah, yang dulunya cerita sekarang menjadi pendiam. Aku melakukan aktivitasku seperti biasa. Aku bernagkat sekolah tetapi aku pergi dengan keadaan tidak semangat. Dan pada saat guruku menerangkan aku selalu tidak konsentrasi atau tidak fokus dalam mengikuti pelajaran guruku selalu menegur dan menasehati diriku. Tapi seakan-akan aku tak memperdulikannya aku hanya bisa diam dan terus terdiam. Teman-temanku pun selalu menghibur serta memberi semangat kepadaku dan aku tetap saja diam dengan meneteskan air mata. Aku cukup lama berperilaku seperti itu. Kurang lebih satu setengah bulan.
Kemudian guru agamaku memnaggilku, disitu aku diberi nasehat. Anehnya nasehat itu dapat membangkitkan semangat ku kembali. Aku sadar kalau aku terus menerus larut dalam kesedihan ayah pasti disana juga ikut sedih. Sebagai anak pertama dari 4 bersaudara aku harus bisa menjadi panutan bagi ke 3 adikku dan aku harus bisa membahagiakan ibu dan adik-adikku. Sebagai anak pertama aku bertanggung jawab atas semuanya. Agar aku bisa membahagiakan mereka aku harus belajar sungguh-sungguh agar aku dapat mewujudkan cita-citaku dan sekaligus dapat membahagiakan ibu dan adik-adikku. Sekaligus aku akan buat ayah bangga kepadaku.
Dan aku akan buktikan pada orang-orang meskipun ayahku sudah tiada aku bisa mewujudkan cita-citaku.
Dan suatu saat aku akan hidup bahagia beserta ibu dan ketiga adikku untuk selamanya dan pastinya selalu ada ayah didalam hati kecilku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar