Senin, 12 Januari 2009

pns sebagai menara gading?

Kolom opini:


Rekrutmen CPNS 2008
PROFESI BUKAN AJANG COBA-COBA
Oleh : Susanto, S.Pd *)


Beberapa Pemkab di Provinsi Jatim (Probolinggo, Malang, Mojokerto, Bojonegoro dan Lamongan) telah usai melakukan pendaftaran tes CPNS. Dan di Kabupaten Bojonegoro rencana mengadakan rekrutmen CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) akan dilaksanakan pada 10 Desember 2008. Semangat rekrutmen kali ini tergolong istimewa dan lain dari sebelumnya. Karena Pemkab diberi otoritas untuk menentukan sesuai dengan semangat Otoda yang sedang berlangsung, tanpa menunggu dari Pemerintah Pusat. Dan yang terpenting juga bahwa tahun ini, pemerintah Kabupaten Bojonegoro telah melakukan tranparansi terkait kebutuhan CPNS. Artinya, pemerintah Bojonegoro telah mengumumkan formasi dan sekaligus penempatannya (Radar Bojonegoro, 17 Nopember 2008).
Namun, dalam konteks ini, ada hal dan permasalahan yang sangat mendasar untuk dikaji secara mendetail dan sekaligus untuk menjawab permasalahan mendasar guna dicari alternatif solusinya.. Dalam artinya, ada semacam solusi bagaimana seyogianya yang ideal mengatasi kesenjangan ketenagakerjaan akhir-akhir ini yang sangat membengkak yang telah menjadi bom waktu.
Benarkah perekrutan CPNS saat ini sudah sesuai dengan kebutuhan dan semangat OTODA? Akankah perekrutan CPNS saat ini dapat mengurangi kesenjangan dan penumpukan jumlah pengangguran tenaga kerja? Haruskah menggunakan pelicin atau menyediakan sejumlah uang tertentu agar lolos diterima menjadi CPNS? Masihkah jadi PNS di era OTODA tetap menjadi Menara Gading? Benarkah PNS profesi yang menjanjikan dan lebih menjamin? Atau sebagai ajang coba-coba? Dan bagaimana idealnya format rekrutmen CPNS agar tidak rentan KKN?

PNS (jadi) Menara Gading?
Realita telah terjadi saat ini bahwa jumlah penggangguran dan Angkatan Kerja memumbung tinggi. Itu pun kalau penulis mengamati akibat adanya krisis Multi Dimensi yang tak kunjung usaia. Dan juga korban PHK yang semakin meningkat dari hari ke hari.
Bertolak dari fenomena yang seperti itu, agaknya masyarakat kita mengalami stagnasi pemikiran dan kerasnya untuk mengadu nasib dan memperbaiki diri. Salah satunya ikut tes perekrutan yang dilakukan di setiap Pemkab saat ini. Penulis mengamati mengapa masyarakat kita cenderung untuk menjadi PNS, khususnya para lulusan, baik itu SMA atau Sarjana sekalipun. Paling tidak ada beberapa hal, diantaranya : Pertama, menjadi PNS dianggap sebagai sesuatu yang mulia. Artinya menjadi PNS diibaratkan sebagai menara gading. Yang semua orang tidak bisa mencapainya dan hidup enak dan lebih santai bila kerja di swasta. Benarkah demikian? Memang harus kita akui secara jujur atau tidak terjadi persepsi dan sekaligus menjadi PNS memiliki nilai lebih. Baik itu dari segi waktu atau dalam hal status sosial kemasyarakatan.
Kedua orientasi pada perilaku. Artinya masyarakat kita telah realistis, bahwa menjadi PNS lebih enak dan tidak terlalu “sibuk“ dibanding dengan profesi yang swasta (baca: diperusahaan atau kontor). Dengan demikian masyarakat lebih memilih menjadi PNS. Karena lebih bermartabat, lebih enak dibanding dengan profesi lain.
Ketiga sebagai ajang coba-coba. Mengapa demikian? Mereka beranggapan bahwa siapa tahu dengan sekali ikut tes PNS ternyata diterima akan mengubah nasib. Dengan kata lain, bawa dengan mencoba ikut tes CPNS berarti mengadu keberuntungan dan mengadu nasib. Sebab bagimanapun kondisi sosial ekonomi di tengah persaingan kerja yang komplek seperti saat ini turut juga menjadi pemicu mengapa masayarakat kita (baca: lulusan SMA atau perguruan tinggi) untuk menjadi PNS.

POLA PEREKRUTAN PNS
Mengingat animo masyarakat yang begitu antusias untuk menjadi CPNS, Pemkab harus mawas diri. Artinya di era otoda kali ini diupayakan harus sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja, aspiratif, transparan dan menghindari penyakit KKN. Mengapa demikian? Sebab ada tengarai bahwa tes perekrutan CPNS kali ini tidak transparan, aspiratif, dan kurang memenuhi kebutuhan pasar. Paling tidak itu dibuktikan di Pemkab Lamongan. Pemkab tidak menerima lulusan SLTA dari umum dan hanya dikhususkan lulusan sarjana dan diploma (Radar Bojonegoro: 2 Nopember 2008).
Melihat fenomena tersebut agaknya kesempatan para lulusan SLTA untuk menjadi CPNS menjadi tertutup dan hanya kebahagiaan tenaga kontrak. Mengingat kondisi yang demikian. Pemkab di waktu mendatang harus seadil-adilnya dalam memberi jatah dan kebutuhan sesuai dengan lulusan. Sehingga tidak menimbulkan keresahan dan kegaulauan dalam masyarakat. Apalagi dalam otonomi daerah kali ini terembus isu bahwa untuk menjadi CPNS harus menyediakan sejumlah uang untuk pelicin. Semisal di Kabupeten Kediri , syarat menjadi CPNS tidak hanya ijazah dan kepandaian saja, akan tetapi juga uang dengan jumlah antara 40 sampai 75 Juta (Jawa Pos: 16 Nopember 2008).

ALTERNATIF SOLUSI
Setiap terjadinya perekrutan CPNS selalu menimbulkan adanya KKN. Paling tidak ada beberapa solusi dan alternatif agar tidak terjerat KKN.
Pertama, jangan percaya calo. Artinya para pendaftar jangan percaya pada calo yang berjanji bisa memasukkan menjadi CPNS dengan syarat menyerahkah sejumlah uang tertentu. Agaknya saya sependapat dengan Bupati Bojonegoro Drs. H. Suyoto, M.Si saat dialog interaktif pada Jum’at awal Nopember 2008 bahwa jika masyarakat, DPR, LSM mendapati calo dan kecurangan seyogyanya melaporkan ke polisi. Dan jangan percaya semua. Sekarang era tranparan.
Kedua, harus terbebas dari KKN. Artinya Pemkab harus mengedepankan semangat perekrutan memberantas KKN dan agenda revormasi di era otoda kali ini. Sebab perekrutan CPNS harus berjalan secara alami dan tidak ada unsur KKN.
Dengan demikian para pendaftar yang diterima menjadi PNS adalah yang benar-benar alami, tanpa ada KKN. Sehingga, saat menjadi PNS kelak memiliki moral, integrasi, dedikasi dan tidak bermental koruptor.

* Penulis adalah Alumnus IKIP Malang, Pemerhati Pendidikan, Sosial dan Budaya. Kini tinggal Kauman Baureno Bojonegoro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar